Wuihhh..dari judulnya kayaknya kupasan materinya bakal akademis banget… hehhee. Padahal ini pengalaman yang saya dapat pada saat saya berinteraksi dengan mahasiswa yang terkadang bikin tersenyum, gemes, marah, nangis (jangan sampe deh..) dan kesal.. Tapi sebagai pendidik, sudah sewajarnya dan sebaiknya tidak hanya menularkan keilmuan (transfer knowledge) semata tetapi ada nilai-nilai lain yang perlu juga diberikan etika, norma dan sopan santun.
Pada proses penyelesaian nilai mata kuliah, seorang mahasiwa mengirim sms pada seorang dosen :
Mahasiswa : Maaf bu, mau tanya nilai sudah keluar belum ya?
Dosen : Insya Allah besok siang..
Mahasiswa : Iya bu, nanti saya dikabari nilai saya ya bu, soalnya saya sedang pulang kampung..
Astaqfirullah..!!!, dengan berusaha sabar saya tidak membalas sms yang ke-2
Kemajuan teknologi saat ini terutama pada kemudahan alat komunikasi memang di satu sisi membawa dampak positip tetapi di satu sisi lain terkadang cukup mengesalkan.
Masih ingat waktu jaman saya dulu, alih-alih minta dosennya mengirimkan nilai, tanya bagian akademik dijawab dengan manis saja sudah sangat amat bersyukur… 🙂
Mungkin saja karena jaman itu, belum ada komunikasi semudah dan semurah sekarang ini..masih terbayang betapa mengasyikkan mengenang saat-saat berburu tanda tangan dosen pada saat mau KRS atau yang lebih parah antri konsultasi bimbingan tugas akhir..Belum lagi, sudah capek antri pas giliran kita mau masuk dengan santai dosennya berkata ” besok saja ya.., sekarang saya mau rapat..!!” kedubrakkkkk….
Tapi masih dengan sabar mahasiswa akan menjawab ” baik Pak”. Atau masih teringat juga cerita manis yang lain, sekalinya bisa ketemu si dosen berkata ” ditinggal saja dulu, 1 minggu lagi diambil” , setelah satu minggu dengan semangat mahasiswa kembali menghadap dan berharap naskah sudah dikoreksi, pakai antri lagi…, sekali dapat nomor..si dosen dengan santainya menjawab ” belum sempat saya koreksi ” .. kedubrakkk kk….
Bergesernya budaya, tata krama mungkin bukan sepenuhnya karena perkembangan teknologi yang semakin canggih. tapi budaya yang dibawa dari masyarakat terkecil yaitu keluarga sepertinya punya andil yang cukup besar. Ditambah pengaruh lingkungan diluar rumah terutama sekolah…
Hampir setiap hari ada saja ‘sesuatu yang baru’ yang didapat jagoanku waktu pulang sekolah, berupa nyanyian yang di parodikan, permainan, bahkan terkadang ungkapan-ungkapan yang tidak nyaman didengar telinga.
Sebagai orangtua, aku agak miris dan prihatin tapi ga banget-banget..apalagi terkadang beberapa ungkapan yang tidak nyaman atau permainan tersebut masih wajar-wajar saja. Aku juga tidak mau terlalu over protective untuk anak seusianya.
Terlepas hal-hal baru yang diperoleh jagoanku, aku hanya ingin berpikir..betapa besarnya pengaruh lingkungan sekolah baik itu sifatnya negatif maupun positif. Dan budaya itu juga yang mungkin dibawa sampai mereka menjadi mahasiswa.
Sempat satu kali baca status mantan dosen saya waktu di akakom (pak tri prabowo) numpang share ya pak 🙂
“Banyak mhs sms ke dosen begini : bpk/ibu besok ke kampus gak, ke kampus jam berapa dll yg nadanya cenderung dosen dianggap jarang ke kampus ….. Sy bingung harus jawab gimana? Padahal kami tiap hari ke kampus sesuai jam kerja…...???”
dan itu yang juga saya alami. Belum lagi kalau pas di cari pas saya tidak diruangan..,(maaf kepasan ke kamar mandi) langsung sms lagi..”ibu tidak ada diruangan, dimana bu”. Itu juga belum terhitung kalimat sms yang sepertinya dosen dianggap teman sendiri.
Jadi geli juga waktu ingat pengalaman waktu mau bimbingan tesis, bagaimana saya harus merangkai kalimat yang singkat, mengena, informatif dan sopan. Belum lagi waktu mau tekan tombol send..harus menarik nafas 3 x dan baca Basmalah..hadeehhh 🙂
Sementara saya masih sering mendapatkan sms seperti ini ” ibu dimana, saya mau ketemu ” tanpa menyebutkan nama, apakah mahasiswa atau bukan…, nah kalau hati saya sedang good mood saya balas “ada diruangan “, tapi dari good mood saya bisa berubah jadi gerammm, karena mahasiswa balik sms “ruangannya mana bu” … argghhhhhh…!!!
-bersambung-